Jalan KH Ahmad Dahlan No. 9 Sibolga 22536 E-mail : ski_cakra@yahoo.co.

Sabtu, 20 Agustus 2011

SOROT : MENEMBUS BATAS KEMUNAFIKAN

MENEMBUS BATAS KEMUNAFIKAN
Catatan :
Maruli P Simanjuntak (Penjab SKI CAKRA)

Sah sudah. Tak ada lagi yang menghalang langkah untuk membangun komitmen dan janji yang terlontar dulu, kini kuasa sudah ditangan tergenggam, apapun dapat dilakukan, semua sudah patut dilakonkan, sebab number 1 sudah melekat di badan. Kini yang perlu adalah bagaimana mengawali langkah kedepan, bagaimana memulai langkah agar lebih menyentuh mau, bagaimana membuka lembaran awal agar tampak lebih seru dari yang dulu dulu. Terserah sajalah, semua sudah bisa berlaku sempurna.
Harapan, Impian, Keinginan terjawab dengan baik sesuai cita cita. Yang perlu kini bukan lagi koar koar yang menggelegar bak petir disiang nyasar, tak perlu lagi lagu dangdut yang goyangannya aduhai, tak juga orasi panas yang menggagas mengganas. Tidak lagi butuh itu, tak lagi perlu itu, karena tujuan mau terjitu sudah memeluk kalbu.

Tapi... ada yang harus dipahami. Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati tidak kemudian menjawab tuntas harapan rakyat Tapanuli Tengah yang beragam, penyematan tanda jabatan bukan akhir dari perjuangan. Justru itulah awal dari pengorbanan demi pengorbanan yang bakal datang bersusulan, itulah awal dari langkah berat untuk sampai pada titik yang tak pernah habis.

Kenapa ?. Sebab kebutuhan rakyat atas prilaku demokrasi bersifat Unlimited, bersifat mengalir bagai air, tak berhenti, tak berujung. Rasa demokrasi dan kesetaraan bukan benda atau makhluk yang bisa kenyang diberi asupan, tapi itu adalah sifat yang mampu beradaptasi sesuai dentang jam pergantian detik waktu. Itulah hidup, hidup yang masih bersifat duniawi, hidup adalah sosok yang tak pernah mampu melepas dahaga walau sedang berada ditengah telaga, hidup adalah sosok yang tak akan kenyang walau sedang berada di lumbung pangan. Karena keinginan dan kemauan lebih sering memanjakan perubahan ketimbang menerima kenyataan.

Pilihan rakyat Tapanuli Tengah tumbuh dan menyeruak dari lubuk hati yang paling dalam, gerak kalbu yang suci tak berdebu, detak hati yang tak dapat diracuni. Gerakan moral yang muncul dari kesadaran akan keadaan yang tak memihak kebanyakan, dan harus diakui sebagai bukti yang tak dapat dipungkiri, bahwa rakyat Tapanuli Tengah tahu membaca Diri, punya strategi, dan paham makna demokrasi. Ini adalah asset sikap yang harganya tak terhitungkan dengan mudah, harta hati yang bernilai seni tinggi.

Apakah ini akan membawa tawa renyah pada sang Bupati ?. Sejujurnya tidak. Sebab ini bukan lelucon yang boleh dipandang lucu, ini bukan lawakan yang menggelikan, bukan pula kejutan yang pantas ditertawakan. Sama sekali tidak.

Bupati harus mampu membaca diri dengan setuasi yang terkini. Melihat langkah demi langkah tatanan yang sudah lebih dulu menguasai materi, perangkat perangkat lain yang harus saling berbagi kesimpulan. Mengarahkan kesempatan untuk lebih menyakinkan kebanyakan bahwa itulah kesimpulan yang paling pantas dilaksanakan. Sejujurnya ini akan menuai banyak dilema bagi sang penguasa, karena terlalu banyak lembaga yang diyakini tak sepaham dengannya, kecuali kalau yang bersangkutan bermanuver dengan merapat pada suara kebanyakan di gedung dewan. Tapi, jika itu dilakukan juga menimbulkan layangan pertanyaan, seperlu apa yang bersangkutan membutuhkan pengamanan.

Tapi tidak juga. Andai sang Bupati tak membentengi diri dengan alat lain yang bermakna banyak, maka akan sulit baginya mengembangkan ingin yang bertajuk pemberdayaan pendapat massa. Fakta nyata yang ada kini, nyaris 80% penghuni gedung Dewan adalah Orangnya Penguasa Lama, Orangnya Pesaing yang tersingkir dari persaingan Pemilukada. Siapa yang berani menjamin kalau Bupati dapat membuat kesimpulan kebijakan dengan mudah dengan kondisi ini ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar