Jalan KH Ahmad Dahlan No. 9 Sibolga 22536 E-mail : ski_cakra@yahoo.co.

Sabtu, 06 Agustus 2011

SOROT EDISI I AGUSTUS 2011


BOS LAGI, RASKIN LAGI
Catatan :
Endamora Pulungan (Man. Iklan/Sirkulasi SKI CAKRA)

Serasa tak letih, serasa tak ada waktu untuk berkata henti. Cerita masalah BOS dan RASKIN tetap menjadi objek berita yang datang silih berganti. Dari Oknum yang satu ke Oknum yang satunya lagi, dari Kecamatan yang satu ke kecamatan yang lainnya lagi, terus menerus tak mau putus, jalan terus tak ogah pupus. Seakan kedua soalan ini menjadi begitu menggairahkan banyak orang, seolah dua kebijakan ini tetap “mengawani” masalah dalam proses pelaksanaannya.

Tapanuli Tengah dengan segala geliatnya ikut ambil bagian dalam cerita seru penyimpanan sejarah melencengnya proses admin BOS dan penyaluran RASKIN yang tidak atau kurang berpihak kepada si miskin yang menjadi sasaran program.

Kenyataan itu memang tampak pahit, betapa tidak. Si Miskin yang dijadikan objek program pemerintah untuk dibantu sedemikian rupa di objeki juga oleh Oknum pelaksana Program ditingkat paling ujung, penyaluran.

Cerita pengambilan keuntungan sepihak oleh Oknum Kepala Sekolah sebagai pengelola dana BOS menjadi suguhan yang sudah tak asing lagi ditelinga kita. Dan realita yang berlangsung nyata itu sepertinya berjalan santai tanpa ada upaya pemasangan rambu rambu agar lebih berhati hati. Tak ada yang walau sekedar berupaya untuk melakukan pelurusan, sehingga para oknum kepala sekolah itu seakan menang sendiri dan tetap melakukan kegiatan “menantang” yang ia punya.

Pun begitu dengan RASKIN yang sering jadi idola itu. Prosedur yang diklaim pemerintah sekali pemilik program pada tingkat nyata tidak berjalan sesuai juknis dan atau juklak yang ada. Ada banyak teori yang dibangun dilapangan oleh Oknum Oknum pengelola yang jelas jelas dapat menciptakan jembatan manis yang lantainya berlapis, yang kalau dilalui harus mengeluarkan upeti, dan upetinya masuk kantong para pejabat negeri.

Soal RASKIN ini lebih fenomena lagi, kita bahkan sudah dengar dan sudah baca, ada Oknum Kades yang malah menawarkan “jilatan” yang tak pantas ketimbang berusaha melakukan penyaluran sesuai Juknis yang berlaku secara nasional. Tentu itu sebuah kejutan yang cukup mencengangkan. Bagaimana seorang Kepala Desa lebih mampu dan lebih berani menjilat telapak kaki daripada menghindari diri dari upaya mencari keuntungan pribadi. Sebetunya kah ?.

Kacau benar. Padahal semuanya kan jelas dan terang dalam artian yang sesungguhnya, pengatur operasional pemerintah tidak pernah diisi oleh orang orang bodoh yang dapat menelurkan program yang aturannya kemudian melahirkan kerugian kepada para pengelolanya. Dipastikan, mereka yang menyusun strategi program RASKIN di tingkat Pusat, tidaklah terdiri dari orang orang yang lumayan tolol yang melahirkan aturan program yang dapat merobek kantong pribadi Kepala Desa ditingkat penyaluran. Mustahil Juknis yang disusun tidak memikirkan kesemuanya hingga tuntas habis, tidak pula mungkin Juklak yang ditetapkan malah menimbulkan kerugian pribadi penyalur.

Tapi, mengapa ada yang ngaku rugi ?. Ada yang jadikan RASKIN jadi ajang bisnis pribadi untuk cari untung sendiri ?. Ini jadi pertanyaan penting juga, apa yang salah dalam program ini, tata aturannya, konsep dasarnya, undang undangnya, atau orang orang yang menjalankannya ?. Dan hebatnya lagi, saat ada yang punya nada protes, ada yang mencak mencak bahkan dengan tawaran jilatan segala. Sehingga, rasanya perlu memberi kajian ulang, apa dan bagaimana RASKIN pada pokok yang sejujur jujurnya. Ini jadi dilema, karena apapun itu masalahnya, yang tidak enak adalah bagaimana masyarakat miskin ikut di objeki juga.

Setali tiga uang dengan BOS. Anggaran yang diperuntukkan bagi sekolah sekolah ini juga ikut ikutan ambil bagian dalam ranah ketidak jelasan. Kita juga memang harus jujur kalau banyak pelaku pendidikan yang menjalankan dana BOS sesuai dengan peruntukan yang sesungguhnya, tapi ulah ulah tak jelas juga ikut ambli bagian, dan yang paling fatal adalah ketidak terbukaan para penanggungjawab sekolah soal tujuan penggunaan anggaran dana BOS yang mereka terima, bahkan untuk mengumumkan Format BOS-02 saja tampak sulit bagi mereka.

Padahal penyampaian informasi hal dana BOS adalah kewajiban. Ini sesuai dengan PERMENDIKNAS NOMOR 37 TAHUN 2010 TANGGAL 22 DESEMBER 2010 Tentang PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA BOS TAHUN ANGGARAN 2011, dimana dapat dilihat di halaman 11 point 3 huruf e Lampiran Permendiknas dimaksud yang isinya mengumumkan daftar komponen yang boleh dan yang tidak boleh dibiayai oleh dana BOS di papan pengumuman sekolah (Format BOS-02) adalah tanggungjawab Sekolah selaku pengelola dana BOS.

Namun, kesialan berlanjut juga. Paling tidak dibuktikan dengan keengganan oknum oknum yang ada di Dinas Pendidikan untuk melakukan perbaikan, pengawasan, apalagi pengendalian. Jauh dari harapan yang ada. Busyet dah, mau kemana pendidikan kita ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar