Jalan KH Ahmad Dahlan No. 9 Sibolga 22536 E-mail : ski_cakra@yahoo.co.

Sabtu, 13 Agustus 2011

Edisi II Agust 2011 (Sibolga) : PENGGUNA JALAN TAK PEDULI ATURAN


PENGGUNA JALAN TAK PEDULI ATURAN
“POLISINYA MANA ?”

Sibolga, CAKRA
Ternyata, Kota Sibolga yang berbilang kaum ini juga mempunyai perangai yang berbilang pula. Ada fenomena yang mengganggu mata jika sedang berada di jalan jalan yang ada di Kota Sibolga. Tidak hanya di jalan jalan kecil dan jalan belakang yang jumlahnya banyak, bahkan di Jalan S.M. Raja sebagai jalan utama saja kondisinya Bak Pinang Dibelah Kapak, sama hancurnya.
Peraturan Lalu Lintas sama disemua jengkal tanah NKRI, tapi yang ikut aturan itu tak sama tingkat kepatuhannya disetiap daerah. Biasanya, makin kedesa makin tak mengenal aturan. Tapi untuk kelas Kota seperti sibolga ikut tak patuh aturan itu jadi pertanyaan besar juga. Kenapa ?. Semua atau banyak yang percaya kalau ukuran kota tak mungkin tak paham aturan lalu lintas, bukan tak kenal, tapi memang bandal. Bukan tak mengerti, tapi dasar memang tak peduli. Jadi, ini masalah yang wajib diatasi.

Bukan hanya sekedar Naik Motor tanpa helm, tak menghidupkan lampu utama, atau hal lainnya. Tapi para pengguna jalan di Kota Sibolga memang luar biasa, tidak sulit menemukan pengendara motor yang berbonceng tiga, menerobos lampu merah, dan membalap dijalanan tanpa peduli pengguna lainnya.

Untuk helm, pemakaiannya terlihat terkesan tak menjadi sebuah hal yang wajib, bukan sebuah kebutuhan. Padahal inti dari peraturan itu dibuat, karena memang itulah standar kebutuhan pengendara. Tidak ada aturan yang setara dengan assecories misalnya, tapi itu tadi, adalah standar kebutuhan. Tapi mengapa begitu sulit mengikuti dan menjalankannya ?. Pengendara Sepeda Motor yang mau memakai helm sangat minim sekali, utamanya bagi ABG pelajar SMP atau SMA, sudah tidak pakai helm, melabrak lampu merah lagi, melaju kencang pula.

Hutagalung (26) dan Sihotang (31) warga Pasar Belakang yang ketemu dengan Kru SKI CAKRA di Jalan R. Suprapto waktu sama sama beli Es Kelapa Muda mengatakan kalau prilaku pengguna jalan itu cukup mengganggu mereka.

“Saya kadang bingung. Apa susahnya pakai helm, berhenti saat lampu merah, dan melaju standar, tidak balapan”. Kata Hutagalung. Rasanya memang tidak ada yang susah dilakukan, masalahnya bukan karena susah, tapi karena tidak bersedia, dan tak paham memaknainya.

“Polisi juga ngga’ ada yang kelihatan Bang”. Kata Sihotang menimpali. “Rata rata kan begitu, orang yang mengikuti aturan karena ada Polisi”. Sambungnya.

“Tidak juga. Saya rasa itu tidak dapat juga diterima bulat bulat”. Kata Hutagalung langsung menjawab. “Polisi memang punya tugas untuk menegakkan aturan yang diberlakukan. Tapi kan sebatas itu, kalaulah ini dosa, tidak mungkin dan tak pantas kita mengarahkan kesalahan itu pada Polisi. Titik akhir sadar itu kan ada pada kita. Itu tadi, bukan tidak tahu aturan, tapi tak taat aturan”. Jawab Hutagalung lengkap lengkip.

Alumni STIE Al Washliyah itu mengatakan. Kalau sempat Polisi harus berjaga terus dijalanan sepanjang hari bukan sesuatu yang cocok dan layak. Kata Hutagalung, mengatur lalu lintas hanya salahsatu bagian dari puluhan lain tugas tugas kepolisian, lagi pula kalau harus dijaga baru patuh kita sudah mundur jauh kebelakang. Jumlah jalan dan simpang di Sibolga tidak sedikit, itu harus juga. Mau jadi apa ?. Masalahnya kita belum menjadikan aturan sebagai sebuah kebutuhan, Jelas Hutagalung.

Kru SKI CAKRA ikut sama sama tertawa, mata tertuju pada lampu merah yang ada di perempatan Suprapto-Diponegoro-Djunjungan Lubis. Memang, lama duduk disana semakin membuat banyak tanya. Para pengguna kenderaan sepeda motor lalu lalang cukup banyak, sampai ratusan juga jumlahnya. Tapi yang memakai helm dapat dihitung jari saja angkanya, sedikit. Bahkan pada saat lampu merah, dalam satu kesempatan ada setidaknya 12 kenderaan, tapi yang berhenti tak sampai separuhnya, yang lain jalan terus tanpa pedulikan kalau dia juga punya rem.

“Saya sangat senang kalau lagi ada Razia”. Kata Sihotang yang dijawab Hutagalung dengan anggukan. Pada saat SKI CAKRA bertanya kenapa ?. Sihotang bilang kalau dia merasa lebih aman dijalanan kalau razia sedang berlangsung, kenderaan yang lewat sedikit, dan tidak ada pembalap yang gagal di sirkuit. “Kalau saya ditanya, maka saya pengen ada razia setiap hari, disemua jalan, dari pagi sampai malam. Bila perlu razia saja 24 jam. Itu akan membuat kita nyaman”. Sambung Sihotang.

Untuk yang satu ini Hutagalung punya sikap sama dengan Sihotang. Hutagalung juga pengen setuasi itu bisa terjadi di Kota Sibolga. Begitupun, Hutagalung menganggap, mengikuti peraturan bukan karena takut ada polisi. Tapi memang warga saja yang tidak atau belum mampu memahami aturan itu sesungguhnya dibuat untuk kepentingannya sendiri, peraturan itu dibuat untuk kenyamanan dan standar kebutuhan pengguna jalan itu sendiri.

PEJABAT DAN ANGGOTA DPRD MALAS PAKAI HELM

Masih bersama Hutagalung dan Sihotang. Keduanya mengaku akan terasa sulit memberikan rasa sadar kepada masyarakat banyak. Hutagalung mengklaim kalau hampir seluruh anggota DPRD Kota Sibolga yang belum punya mobil kalau naik sepeda motor juga tidak pernah pakai Helm.

“Saya sering berpapasan dengan anggota DPRD. Belum pernah saya melihat mereka pakai helm, begitu juga dengan pejabat di Pemko Sibolga, kalau naik Sepeda Motor jarang pakai helm. Saya kurang tahu, apakah aturan pakai helm itu tak menyentuh mereka”. Panjang Lebar Hutagalung bercerita.

Sihotang hanya tertawa dan mengangguk anggukkan kepala. Yang tertangkap dikepala adalah semacam pengakuan dari Sihotang kalau yang dikatakan Hutagalung 100% sepenuhnya amat sangat benar sekali, semuanya nyata tanpa dicampuri ragu sama sekali. Sihotang menambahkan kalau para pejabat itu hanya memakai peci hitam, atau yang lebih kita kenal denga sebutan peci nasional. Dan Sihotang mengklaim kalau itu tidak cukup untuk menggantikan helm, karena sipatnya yang lembut. Bahan dasar pembutan peci adalah kertas dan kain, itu tidak memenuhi standar dasar kebutuhan pengendara sepeda motor. Jadi, Sihotang menganggap itu tak bisa menggantikan yang namanya helm.

Pengakuan kemungkinan sulit memberikan pengertian penuh kepada warga terasa sulit jadi sedikit masuk akal. Mengapa tidak, orang yang dipandang punya ilmu dan paham semua yang ditetapkan negara saja bukannya memberikan contoh teladan agar dapat ditiru warga, tapi malah ikut ikutan menjadi pelaku. Ikut ambil bagian sebagai orang yang tak menempatkan hukum, aturan, dan perundangan sebagai sesuatu yang pantas diikuti. Bagaimana lagi masyarakat luas yang belum pernah baca undang undang, bagaimana pula dengan ABG yang Mata Pelajaran PKN nya mungkin masih sebatas butir butir Pancasila. Tentu akan terasa sulit jadinya.

Yang dimaksud Hutagalung ternyata Anggota DPRD Kota Sibolga yang berasal dari Partai PPP dan PKS. Dan pejabat yang dimaksud Hutagalung adalah Mantan Ka. BKD yang kata Hutagalung jauh dari helm. (SDP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar