Jalan KH Ahmad Dahlan No. 9 Sibolga 22536 E-mail : ski_cakra@yahoo.co.

Sabtu, 06 Agustus 2011

EDISI I AGUSTUS 2011 HALAMAN HUKUM & PERISTIWA

IDE MARZUKI MAAFKAN KORUPTOR DAN HAPUS KPK TIDAK CERDAS & TIDAK LAYAK
Maruli P Simanjuntak : Marzuki Patut Pensiun Dini

Sibolga, CAKRA
Ada banyak yang tercengang mendengar usulan Ketua DPR Marzuki Alie tentang penghapusan KPK dan pemaafan terhadap koruptor, ide tersebut dianggap ide yang sama sekali tidak cerdas. Apalagi dilontarkan ketika seluruh elemen bangsa tengah berperang melawan korupsi. "Saya kira itu bagus, tapi tidak cerdas. Bagaimanapun kita bergaul di dunia internasional. Korupsi itu sudah menjadi masalah internasional. Itu kejahatan luar biasa," kata mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas Jumat (29/7/2011).

Senada dengan itu, Ketua Harian PP LSM CAKRA Maruli P Simanjuntak mengaku terkejut dan tersedak mendengar ungkapan Politisi Partai Demokrat yang menjadi Ketua DPR itu. Maruli merasa ungkapan semacam itu tidak layak keluar dari mulut seorang yang harusnya menjadi panutan sekelas Marzuki Alie.

“Ide tidak jelas. Saya pikir Marzuki harus pikir ulang dan menelaah terlebih dahulu apa yang diucapkannya. Saat setuasi seperti ini, beliau malah menyarankan hal yang kurang diterima akal sehat”. Demikian Maruli seraya mengatakan apapun yang saat ini sedang terjadi di tubuh KPK membubarkannya tetap saja bukan pilihan yang pantas. Apapun alasannya, kata Maruli, KPK tetap memberi arti penting dalam upaya pemberantasan korupsi dinegara ini.

Dalam dunia internasional, korupsi kini disamakan dengan kejahatan perdagangan manusia, terorisme dan narkotika. Sebuah kemunduran besar bagi Indonesia bila dua usulan Marzuki itu diterapkan. "Negara-negara lain sudah memberantas korupsi dengan baik. Sebagian bahkan ada yang belajar ke Indonesia, seperti Afghanistan," tegasnya. "Itu tidak cerdas dan tidak layak keluar dari seorang ketua DPR," Sambung mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.

Erry menambahkan, pemaafan bagi koruptor baru bisa dilakukan apabila sudah ada sistem yang tertata rapi. Misalnya, ada undang-undang pendukung pemaafan korupsi yang terjadi 10 tahun belakangan. "Misalnya mereka dulu mengaku korupsi, lalu bayar pajak. Itu boleh, tapi programnya harus jelas. Dan bukan korupsi sekarang-sekarang, tapi korupsi 10 tahun lalu," terangnya.

Untuk diketahui, Ketua DPR yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie sebelumnya mengajak semua rakyat Indonesia untuk memulai hidup baru. Memaafkan koruptor dan membenahi sistem baru transaksi keuangan serta hukuman mati bagi para koruptor. Selain itu, Marzuki juga kecewa terhadap KPK yang tengah dihembus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK dengan menemui pihak yang berperkara. Kalau hal tersebut terbukti adanya, ia mendorong agar KPK dihilangkan.

Bagi Maruli P Simanjuntak, alasan yang dikemukakan Marzuki Alie tidak kemudian dapat menimbulkan keputusan untuk membubarkan KPK dan memberikan maaf kepada Koruptor begitu saja dengan hanya menyalahkan sistem yang sudah jalan dengan limpung. Bagi Maruli, tak ada alasan yang pantas untuk memaafkan Koruptor.

“Sebaiknya Marzuki pensiun dini”. Kata Maruli. Hal itu diperlukan karena keberaan Marzuki sebagai seorang Ketua DPR dan berasal dari Partai Demokrat yang juga tak bisa lepas dari sosok Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. Ungkapan itu jadi masalah kata Maruli karena yang mengungkapkannya adalah Marzuki, jika yang lain atau yang tidak berada dalam sistem pemerintahan, segalanya bisa mungkin, tutup Maruli. (SDP)


KETUA MAJELIS HAKIM DILAPORKAN KEPADA KY DAN MA

Sarudik, Cakra
Perwakilan penggugat dalam perkara Perdata Ahmad Bukara Tanjung melaporkan Ketua Majelis Hakim Justiar Ronald SH kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, pasalnya oknum Majelis Hakim Justiar Ronald SH diduga telah menerima suap dari para tergugat karena dalam berkas perkara perdata itu terdapat banyak kejanggalan, selain menolak gugatan kami nomor perkara : 40 yang digelar di Pengadilan Negeri Sibolga dengan putusan No:40/PDT.G/2010/PN.Sbg, demikian dikatakan Ahmad Bukari Tanjung kepada Cakra Rabu (27/7) didepan kantor Pengadilan Negeri Sibolga di Sarudik

Tanjung menyebut hakim kurang cermat meneliti Surat Alas Hak tanah para tergugat, sebab diantara Surat para tergugat ada yang tidak ditanda tangani oleh Kepala Desa, kemudian didalam surat jual beli antara Arman Sarumpaet dengan Rampak Sitompul, Parlindungan Daneak sebagai saksi dan surat jual beli antara Parlindungan Danek dengan Kostan Hutagalung, tanda tangan Parlindungan Daneak sebagai saksi dan sebagai penjual tanda tangannya berbeda-beda. diduga kuat Surat Alas Hak tanah mereka sengaja direkayasa oleh pihak ketiga, juga dengan pemalsuan tanda tangan almarhum orang tua saya yang dibuat sebagai saksi batas.

Lebih lanjut Ahmad Bukara Tanjung mengatakan, berdasarkan informasi yang kami himpun disekitar kediaman para tergugat, diduga kuat Justiar Ronald SH telah disuap oleh para tergugat untuk menolak gugatan kami, bagaimana mungkin Surat Tanah kami yang dibuat Pejabat Belanda bisa kalah dibuat oleh surat abal-abal (gak jelas), kata Ahmad Bukara jengkel.

Ditambahkannya, kenapa saya menduga bahwa Hakim disuap, sebagai salah satu bukti keberpihakan hakim kepada para tergugat bahwa sewaktu kami pulang dari cek lapangan dalam kasus tindak pidana pengancaman oleh terdakwa Johanes Hutagalung diareal tanah sengkata sekarang, rombongan hakim dan terdakwa mampir dirumah terdakwa, hal ini sudah merupakan suatu bukti petunjuk keberpihakan hakim, jadi alasan itulah ada 13 poin uraian yang saya laporkan kepada Komisi Yudisial dan kepada Mahkamah Agung, harapan saya hendaknya Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung agar memproses hakim Jutiar Ronald SH dan menindak lanjuti pengaduan kami sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Justiar Ronald SH diruang kerjanya, hakim ini mengatakan agar penggugat mempelajari putusan tersebut sebab Majelis Hakim sudah masuk kepertimbangan putusan pokok perkara atau belum, dikatakan setahu saya itu belum masuk ke pertimbangan materi pokok perkara, kalau nggak salah itu putusan gugatan tidak dapat diterima. Dan kalau gugatan tidak dapat diterima itu putusan belum menyentuh ulasan materi pokok perkara, jadi kalau itu kata penggugat diduga sudah diduitkan hakim silahkan buktikan, jangan fitnah dan menzolimi orang kalau tidak ada fakta, coba dipelajari putusannya, hakim tidak boleh memberi komentar terhadap putusan. terangnya

Awak Koran ini Herbert Roberto Sitohang ketika menanyakan isi putusan kepada hakim tentang adanya kejanggalan pada halaman 11 alinea 7 dan 8 bahwa pada tahun 1950-an para orang tua tergugat hanya menggarap seluas 2 Ha, namun yang diwariskan kemudian kepada anaknya menjadi 2 ½ Ha, apakah itu bukan merupakan bukti bahwa para tergugat sudah merampas hak orang lain seluas ½ Ha. Hakim menerangkan bahwa pihaknya tidak bisa membahas tenatang itu karena pembahasan terhadap materi pokok perkara belum baku. Anehnya hakim tidak paham tentang putusan yang dibuatnya sendiri pada halaman 11 surat putusan, saya nggak tahu apa isinya halaman 11 itu tentang apa, ujarnya. jangan-jangan yang bapak maksudkan hanya jawaban dari tergugat, jawaban tergugat siapa saja bisa mendalihkan, sama seperti penggugat mendalihkan gugatannya bahwa aku punya tanah sekian hektar, saat itu dijawab oleh tergugat dengan replik lagi, kemudian dibantah lagi oleh penggugat dengan duplik lagi, selanjutnya dibantah oleh tergugat, jadi itu tahap-tahapnya, kita tidak tahu apakah masih tahap atau masih proses pembahasannya, tambahnya berkelit.

Ketika ditanyai dengan tudingan para penggugat bahwa Hakim berpihak kepada para tergugat, karena sewaktu pulang dari cek lapangan dari areal tanah sengketa bersama terdakwa Johannes Hutagalung terkait kasus pengancaman, rombongan hakim singgah dirumah terdakwa yang merupakan tergugat dua, hakim menjawab berbelit belit dan bingung.

Selanjutnya ketika disinggung bicara perdata kemudian bicara ke Pidana, hakim mengatakan kita fokus dulu satu-satu dan masalah yang dituding saya menerima suap agar saya klarifikasi, saya tidak pernah singgah dirumah siapapun saat itu, sebab Pengadilan Negeri tidak pernah berpihak kepada siapapun karena didepan hukum semua sama, baik itu wartawan maupun pejabat, tandasnya. (Roberto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar